oleh Annisa Risky
Jurnalistik
merupakan kegiatan pelaporan, penyampaian, penyiapan, penyuntingan, penulisan
dan peliputan berita kepada khalayak pada suatu media tertentu. Di Indonesia,
istilah jurnalistik dulunya dikenal dengan sebutan publisistik atau publikasi
secara cetak kemudian berkembang ke media elektronik. Dewasa ini media berkembang dengan pesat tidak
hanya sebatas media cetak dan elektronik, kini perkembangannya telah mencapai
media tersambung (online) yang kini
menimbulkan pandangan skeptis dan optimis bagi para mainstream media.
Dengan
berkembangnya media jurnalis, tugas jurnalis profesional-termasuk didalamnya
jurnalis independen-secara tidak langsung telah diambil alih oleh para jurnalis
warga (citizen journalist.red). Tak ayal, banyak media konvensional yang
membuat berita versi online.
Kegiatan
jurnalistik dulunya, meskipun berita ditulis dalam batas waktu terakhir, tetapi
biasanya disunting sebelum diterbitkan atau disiarkan sesuai kode etik
jurnalis. Namun dengan adanya media online,
berita tidak lagi menjadi sesuatu hal yang harus ditulis secara profesional
karena seluruh warga dapat mengakses berita tanpa filter dan pemahaman terhadap kode etik jurnalis. Hal ini berdampak
pada media konvensional yang kini kurang diminati dilihat dari segi waktu, cara
pemerolehannya, hingga biaya yang dikeluarkan membuat rating media konvensional menurun drastis.
Pada era globalisasi ini, peran para
jurnalis independen tertantang untuk tetap eksis
dalam hal pemberian informasi dan pembuatan strategi dalam mempertahankan audience mereka tanpa melupakan
pemahaman terhadap kode etik jurnalis sehingga tidak menghilangkan jati diri
mereka.
Perkembangan
Jurnalistik di Indonesia
Pada
awalnya, jurnalistik merupakan hal yang belum dilirik masyarakat Indonesia.
Indonesia menyebarkan informasi dari mulut ke mulut. Pada zaman penjajahan
Belanda, penyebaran informasi mulai berkembang dengan menggunakan media
konvensional. Kegiatan jurnalistik mulai digalakkan, bahkan pejuang Indonesia
menggunakan media sebagai alat untuk memperjuangkan Indonesia. Di era inilah
koran-koran seperti Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode dan Medan
Prijaji terbit.
Seiring berjalannya waktu, T. Alfa Edison
menemukan alat penghantar gelombang suara. Alat tersebut dikembangkan sehingga
lahirlah radio. Radio pada masa dahulu merupakan sarana yang efektif dalam
penyampaian berita, karena gelombang radio jangkauannya sangat luas. Pers
kemudian berkembang melalui dunia maya atau internet. Saat
ini semua media konvensional di Indonesia sedang berlomba membuat versi online
seiring berkembangnya jumlah pemakai internet di Indonesia, dimana saat ini
sudah mencapai 25% dari total penduduk Indonesia (Tempo, edisi 5 April 2009).
Dengan
munculnya media internet, media-media yang terdahulu seperti televisi, radio,
dan media cetak kini mendapat julukan baru yaitu media tradisional. Di era
globalisasi ini, fasilitas jurnalis dalam menyebarkan informasi bertambah satu
yaitu media online. Dengan adanya media
online, masyarakat mampu memberikan
informasi tanpa batasan ruang dan waktu. Karakteristik mendasar yang berbeda
antara media tradisional dan media online ini menimbulkan berbagai tantangan
yang dihadapi para jurnalistik di Indonesia.
Meski di Indonesia belum ada indikasi
runtuhnya media cetak, namun tidak menutup kemungkinan hal itu juga akan
terjadi di Indonesia. Selain dari munculnya situs media online milik mainstream
dan situs online murni, indikasi pergeseran penggunaan media konvensional
ke media online di Indonesia juga bisa dilihat dari perkembangan penguna
internet yang mencapai 25 % dari total penduduk Indonesia. Selain itu,
perkembangan mobile phone dan wifi saat ini juga sudah mempermudah masyarakat
mengakses internet.
Perbedaan Karakteristik
Media Online dan Konvensional
Berkembangnya
online media membuat pembaca lebih
aktif berperan dalam hal berita. Dengan bergesernya peran pembaca ini (citizen
journalist.red) membuat posisi jurnalis profesional hampir sejajar dengan
pembaca. Selain itu, karakteristik online
media ialah timbal balik yang memungkinkan adanya partisipasi pembaca secara
langsung. Dengan cara ini online journalism bisa menjalankan fungsi two
way communication dan interpersonal communication antara media dan user
(Jim Hall, 2001).
Media
online yang bersifat bebas, tanpa batasan bebas sekat sosial, bebas interfensi
dan, tentu saja, bebas jarak ruang dan waktu sehingga tidak heran jika pada
media online mendorong terjadinya manipulasi dalam menyampaikan informasi. Karena
tidak adanya batasan ini sehingga sifat media online ini merujuk pada
anonimitas pembuat informasi pada dunia maya. Di satu sisi kondisi ini mewujud
pada berbagai hal negatif, seperti black
campaign baik terhadap personal maupun institusi. Berapa banyak informasi
yang tidak seharusnya ter-ekspose dan
melanggar hak asasi seseorang atau suatu perusahaan beredar di dunia maya. Umumnya,
pihak-pihak yang dirugikan tersebut tidak berdaya-tidak dapat menuntut siapa
yang melakukan-karena sifat anonim tersebut.
Salah
satu karekteristik penting yang membuat para audience dari media online ini lebih digemari ialah adanya fasilitas menampilkan informasi
baik itu melalui teks, video, dan audio secara bersamaan (multimedia capability) yang tidak dimiliki media konvensional.
Beberapa media yang menyediakan fasilitas audio video adalah www.liputan6.com,
www.bbcindonesia.com,
dan www.tvone.com
Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh pada perkembangan media terutama pada media konvensional. Berhentinya edisi cetak sebuah penerbitan sudah mulai terdengar di negara Amerika dan Eropa, tempat dimana kemampuan dan kemauan masyarakatnya untuk mengakses internet sangat tinggi. Di wilayah ini, penerbitan media cetak sudah mulai memutuskan untuk beralih ke edisi online. Media cetak besar di AS diantaranya Chicago tribune, Philadelphia Inquirer dan Post-intelligencer memutuskan untuk menerbitkan versi onlinenya saja. Hal ini disebabkan karena 40 persen warga AS sudah menggunakan media online untuk mengakses berita (Tempo, edisi 5 April 2009).
Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh pada perkembangan media terutama pada media konvensional. Berhentinya edisi cetak sebuah penerbitan sudah mulai terdengar di negara Amerika dan Eropa, tempat dimana kemampuan dan kemauan masyarakatnya untuk mengakses internet sangat tinggi. Di wilayah ini, penerbitan media cetak sudah mulai memutuskan untuk beralih ke edisi online. Media cetak besar di AS diantaranya Chicago tribune, Philadelphia Inquirer dan Post-intelligencer memutuskan untuk menerbitkan versi onlinenya saja. Hal ini disebabkan karena 40 persen warga AS sudah menggunakan media online untuk mengakses berita (Tempo, edisi 5 April 2009).
Peran Jurnalis Independen
Seorang jurnalis dituntut mampu
menjalankan tugas dan tanggung jawab baik dalam mendidik
audience maupun melihat dan
memberikan informasi tentang kenyataan-kenyataan yang terjadi, karena segala
bentuk informasi akan sampai kepada masyarakat dan diharapkan mampu
mempengaruhi semuanya, tentu saja untuk mendapatkan feedback dimana dengan respon tersebut mampu membangun masyarakat
yang cerdas dan peduli terhadap kondisi bangsa.
Jurnalis memiliki peran penting bagi
masyarakat dan pemerintah. Seorang jurnalis harus mampu membedakan diri mereka
sebagai jurnalis dan sebagai manusia biasa. Sehingga mereka bisa memilah-milah
informasi apa saja yang layak dan tidak
layak disajikan. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan perannya,
jurnalis harus menghormati hak asasi setiap orang. Oleh karena itu, sesuai dengan
keberadaan dan kemerdekaan para jurnalis seharusnya mampu memenuhi hak publik
dalam memuat informasi yang baik dan benar. Untuk itu, pers dituntut harus
profesional dan terbuka dengan acuan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) serta
menegakkan integritas.
Jurnalistik mempunyai
ciri-ciri yang penting untuk diperhatikan dalam memuat informasi (Luwi Ishwara, 2005). Pertama
ialah Skeptis. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu,
meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah
tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Dilihat dari ciri yang pertama,
jurnalis haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang
eksklusif
Kedua ialah action. Seorang jurnalis tidak menunggu
sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman
naluri seorang jurnalis.
Ketiga ialah perubahan. Perubahan
merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi,
tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.
Keempat ialah memiliki sifat
seni dan profesi. Seorang jurnalis melihat dengan mata yang segar pada setiap
peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik dan yang terakhir ialah
jurnalis sebagai pelapor dimana bertindak sebagai mata dan telinga publik,
melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan
tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter,
wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.
Dari kelima ciri-ciri
diatas, dapat diketahui bahwa wartawan profesionallah
yang melakukan tugas jurnalistik karena sudah dibekali dengan kemampuan
peliputan yang mumpuni dan dibimbing dengan kode etik jurnalistik. Hal ini
bertentangan dengan media online yang
tanpa acuan dan kode etik dimana cenderung bersifat anonim. Jangan salahkan
siapa dalam hal ini. Tidak ada yang harus disalahkan. Namun yang harus disadari
dan cermati, ialah bagaimana peran para jurnalis independen menangani tantangan
di era globalisasi ini.
Memang tidak mudah memikirkan pemecahan
tantangan di era globalisasi ini karena bersifat anonim dengan akses yang
cepat, tanpa batas, dan tentu saja, menjadikannya lebih rumit. Bukannya para
jurnalis tidak memiliki peran dalam hal ini. Justru peran para jurnalis
independen sangat dibutuhkan dalam menangani hal ini. Ada beberapa penyelesaian
konkrit yang diungkapkan para jurnalis independen, yaitu membentuk kelompok Persatuan
Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dimana organisasi ini merupakan organisasi
non-Pemerintahan dan Independen yang menghimpun seluruh Pewarta Warga Indonesia
lintas profesi tanpa pengendalian apapun. PPWI meliputi seluruh wilayah NKRI
dan dunia. Berpusat dan berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia, Jakarta.
Dalam menegakkan harkat maupun mutu dari karya para Pewarta Warga, maka PPWI menetapkan
Kode Etik Pewarta Warga yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh
anggota PPWI. Pengawasan maupun penetapan sanksi terhadap pelanggaran Pewarta
Warga Kode Etik ini adalah tangung hak sepenuhnya dari organisasi PPWI.
Masukan yang bersifat mendidik dimana
pemberdayaan terhadap citizen journalism
memang diperlukan dalam mengembangkan dan mempertajam penulisan, keberanian,
dan tekad yang diperlukan dalam kegiatan jurnalistik. Namun, tidak semua warga
dapat bergabung dalam kelompok jurnalis. Dalam hal ini, jurnalis independen
tidak hanya sebatas tertantang memberikan pembelajaran. Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan para jurnalis independen tanpa menghilangkan peran jurnalistik
wartawan itu sendiri. Pertama, mengintegrasikan isi informasi yang dibuat para
jurnalis profesional dengan informasi-informasi yang dibuat oleh warga. Menggabungkan
informasi fakta yang didapat dengan informasi yang dibuat oleh warga di situs
pribadinya. Konsep ini menjelaskan adanya hubungan baik antara citizen media
dengan maisntream media. Proses ini terjadi saat blogger (situs pribadi jurnalis warga) mendiskusikan
dan mengembangkan berita yang diproduksi oleh maistream media, dimana
didalamnya terdapat aktifitas citizen journalism, grass-roots reporting, laporan
saksi mata, komentar, analisis, aktifitas watchdog, pengecekan
fakta, termasuk menjalankan peran sebagai sumber berita dan pemberi ide berita
(Nieman Report, 2005). Kedua, menjadikan audience mereka sebagai
kontributor. Berbagai perubahan konsep media profesional akibat adanya the
new media dalam hal ini citizen media perlu dicermati jurnalis di
Indonesia. Dengan cara ini para jurnalis warga akan terlatih dalam memberikan
informasi sesuai kode etik jurnalis yang berlaku.
Tantangan terbesar jurnalis di era
globalisasi identik dengan persaingan media
konvensional dengan online media.
Pihak yang merasakan dampak cukup besar dengan kehadiran media online adalah jurnalisme yang tentunya
telah memiliki wadah baru dalam
memberikan informasi. Media tradisional yang pada kelahirannya tidak
menggunakan internet dalam memberikan informasi kepada masyarakat kini
mau tidak mau harus mengikuti alur media online
jika tidak ingin ditinggalkan oleh audience-nya.
Peran jurnalis di era globalisasi ini
yaitu bagaimana para jurnalis profesional untuk tetap peduli dan mampu
memberikan pelatihan, pendidikan serta pengarahan kepada citizen journalism agar terbentuk pola pikir jurnalis sesuai kode
etik jurnalis yang berlaku.
0 komentar:
Posting Komentar